Definisi al-fiqih menurut istilah (terminologi) para ulama usul terdapat beberapa perbedaan, perbedaan ini terkait erat dengan masalah-masalah fiqih itu sendiri; apakah berbagai permasalahan fiqih itu al-zanni (relatif atau nisbi) atau al-qat'i (pasti atau absolut), atau sebagian al-zanni dan sebagian lagi al-qat'i.
Kelompok pertama, para ulama mutaqaddimin (lampau) yang berpendapat bahwa fiqih itu bersifat al-zanni, dengan alasan bahwa fiqih itu produk hukum yang dihasilkan dari dalil-dalil al-sam'iyyah (pendengaran/wahyu) yang tidak bisa memberikan ketetapan hukum yang pasti, misalnya suatu lafas dalil, apakah lafas itu bersifat hakiki (sebenarnya atau majazi (kiasan) ataukah ishtirak (persekutuan antara hakiki dan majazi).
Kelompok kedua, berasumsi bahwa fiqih itu bersifat al-qat'i karena merupakan produk hukum dari dali-dalil al-qat'i dan tidak memiliki ke syubhatan (keraguan), maka hukum yang dibiaskannyapun bersifat qat'i, ini adalah pendapat yang dipilih oleh imam al-Baydawi, penulis kitab "al-Minhaj al-Wusul fi Ilm al-Usul.
Kelompok ketiga, berpendapat bahwa fiqih tergolong al qat'i bila perumusan hukum hukumnya berasal dari al-Qur'an dan al-Sunnah yang mutawatir dan ijma'. Tapi apabila produk hukumnya bukan dari hal-hal di atas, seperti dari qiyas atau hadist ahad, maka di golongkan al-zanni.
Oleh sebab itu, ahli hukum islam (fuqaha) mendifinisikan fiqih dari dua sisi, yaitu fiqih sebagai ilmu dan fiqih sebagai hasil ilmu. Maka sebagian ulama seperti imam al-Baydawa mendefinisikan fiqih sebagai berikut : "Ilmu yang mengupayakan lahirnya hukum-hukum syara' amali dari dalil-dalil rinci". Sedangkan Muhammad Maliki mendefinisikan fiqih dengan : "Kumpulan hukum syar' yang dihasilkan melalui ijtihad".
Setiap disiplin ilmu memiliki sepuluh identitas yang sering disebut dengan al-Mabadi al-Ashrah. Maka sepuluh identitas disiplin ilmu fiqih adalah sebagai berikut :
- al-Hadd (Definisi): ilmu yang mengupayakan lahirnya hukum-hukum syara' amali dari dalil-dalil rinci.
- al-Maududi (Obyek kajian): Perbuatan orang-orang mukallaf.
- al-Fa'idah atau al-Thamrah (manfaat): Dapat melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjahui larangan-larangannya.
- al-Masa'il (Bahasan): masalah-masalah hukum islam.
- al-Ism (Nama): Ilmu fiqih.
- al-Istimdad (sumber rujukan): al-Qur'an, al-Sunnah, al-ijma' dan al-qiyas.
- al-Hukum (hukum mempelajari: wajib 'ain
- al-Nisbah ma' al-Ghayr (kedudukan bersama disiplin lainnya): Punya ciri-ciri khusus yang mudah dikenali.
- al-Fadl (keutamaan): Mengungguli disiplin ilmu lainnya.
- al-Wadi' (peletak dasar): Para imam mujtahid.
Definisi Fiqih muamalah dapat dilihat dari dua segi, pertama dari segi bahasa dan kedua dari segi istilah. Menurut bahasa muamalah berasal dari kata: ('amala ya'milu ma'a malatun) sama dengan wazan: (fa 'ala yaf'ilu maf'alatun) artinya saling bertindak, saling berbuat, dan saling mengamalkan. Sedangkan menurut istilah pengertian muamalah dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu pengertian muamalah dalam arti luas dan pengertian mualah dalam arti sempit, definisi muamalah dalam arti luas dijelaskan oleh para ahli sebagai berikut :
al-Dimyati berpendapat bahwa muamalah adalah: "ikhtiar duniawi, supaya menjadi sebab suksesnya masalah ukhrawi". Muhammad yusuf Musa berpendapat bahwa muamalah adalah: "peraturan-peraturan Allah yang harus di ikuti dan di taati dalam bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia".
Muamalah adalah segala peraturan yang diciptakan Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam hidup dan kehidupan. Fiqih muamalah merupakan gabungan dua kata yang terdiri dari kata fiqih dan kata muamalah. Kata fiqih secara etimologi (ilmu bahasa) dapat kita artikan sebagai pemahaman, pengertian, dan pengetahuan.
Fiqih secara tertimologi adalah hukum huku syara' yang bersifat praktis ('amaliah) yang diperoleh dari dalil-dalil yang terperinci, yaitu al-Qur'an dan Hadis. Sedangkan kata muamalah, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur tentang hubungan seseorang dengan orang lain dalam hal tukar menukar harta atau benda (Termasuk jual beli), di antaranya pinjam-meminjam, sewa mnyewa, kerjasama dagang, simpanan barang atau uang, utang-piutang, warisan, wasiat, hibah, pesanan, dan lain sebagainya.
Perbedaan dan persamaan fiqih muamalah dalam arti luas dan sempit adalah pengertian fiqih muamalah pada mulanya seperti yang telah diuraikan diatas, memiliki cakupan yang luas, yaitu peraturan peraturan Allah yang harus di ikuti dan di taati oleh manusia dalam kehidupan masyarakat untuk menjaga kepentingan dan kebutuhan manusia itu sendiri, Namun, dewasa ini pengertian fiqih muamalah menjadi lebih sempit dan hanya berhubungan dengan kegiatan yang bersifat keonomian saja.
Perbedaan dalam arti luas dan sempit adalah dari segi cakupannya muamalah dalam arti sempit tidak mencakup jinayah, siyasah, mawaris misalnya karena ketiganya dewasa ini telah menjadi kajian tersendiri. Sementara persamaannya sama sama mengatur tentang urusan manusia.
Post a Comment