Istilah dari Dawabit Fiqhiyyah


Hasil gambar untuk dhawabith fiqhiyyah

Selain istilah qawa'id fiqhiyyah terdapat istilah lain yang hampir dengannya, yaitu dawabit fiqhiyyah. Kedua istilah ini memiliki kesamaan, perbedaannya hany terletak pada ruang lingkupnya saja. Kalau qawa'id fiqhiyyah ruang lingkupnya tidak terbatas pada satu masalah fiqih. Sedangkan dawabit fiqhiyyah terbatas pada satu masalah fiqih. Perbedaan ini telah diisyarakatkan oleh al-Maqqari (w.758 H) yang menyatakan bahwa qawa'id fiqhiyyah lebih umum daripada dawabit fiqhiyyah.

Begitu juga menurut Abdurahman bin jadillah al-Bananni (w.1198 H), Kaidah fiqih tidak khusus untuk satu bab (masalah) fiqih saja, berbeda halnya dengan dabit Tajuddin al-Subki (w.771 H) menjelaskan perbedaan antara qawa'id fiqhiyyah dengan dawabit fiqhiyyah, ia menyatakan bahwa di antara kaidah ada yang tidak ksusus untuk satu bab (masalah) fiqih seperi kaidah "al-Yaqin ia yuzal bi al-shakk (keyakinan tidak dapat hilang oleh keraguan), tetapi ada juga yang khusus untuk satu bab (masalah) fiqih seperti kaidah "Kullu kaffarat sababuha ma'siyah fahiya'ala al-faur (setiap kifarat yang sebabnya maksiat harus segera ditunaikan. "Kaidah yang khusus untuk satu bab (masalah) fiqih dan tujuannya  menghimpun bentuk-bentuk yang serupa disebut dabit.

Menurut Ibn nujaym (w.970 H), asal (kaidah) menetapkan bahwa perbedaan antara kaidah dengan dabit yaitu kalau kaidah menghimpun masalah-masalah cabang (furu') dari berbagai bab (masalah) fiqih yang berbeda-beda, Sedangkan dabit hanya menghimpun masalah-masalah cabang (furu') dari satu bab (masalah) fiqih.

Namun demikian, ada juga ulama yang menyamakan antara qawa'id fiqhiyyah dengan dawabit fiqhiyyah. 'Abd al-Ghani al-Nabulsi (w.1143 H) berpendapat bahwa kaidah sama dengan dabit, dimana secara istilah kaidah berarti dabit, yaitu perkara kulli yang dapat diaplikasiakan kepada seluruh bagiannya (juziyyat). Pandangan 'Abd al-Ghani al-Nabulsi ini tampaknya didasarkan kepada realitas bahwa para ulama kadang-kadang biasa menyebut kaidah atau yang semakna dengannya terhadap dabit. Selain karena perbedaan antara keduanya sangat tipis, tampaknya al-Nabulsi juga tidak membedakan ruang lingkup kaidah dan dabit.

Abu al-Hasan 'Ali bin husayn al-suqhdi (w.461 H) adalah dianggap sebagai orang pertama yang mengkaji dawabit, dimana ia menyusun sebuah buku yang berjudul "al-Naft fi al-Fatawa" yang di antara isinya menerangkan tentang dawabit. Dari mazhab Hanafi terhadap Ibn Nujaym yang menyusun sebuah kitab tersebut dengan judul "al-Fawaid al-Zainiyyah fi al-Fiqh al-Hanafiyyah". Di dalam kitabnya tersebut Ibn Nujaym menghimpun lima ratus dabit, meskipun masih bercampur baur dengan qawa'id fiqhiyyah tetapu semuanya diberi nama dabit.

Sedangkan dari kalangan ulama mazhab Malki terdapat Muhammad bin Abdullah al-Miknasi (w.917 H) menyusun sebuah kitab yang di dalamnya berisi tentang dawabit, ia memberi nama kitab tersebut dengan judul "al-Kulliyyat fi al-Fiqh". Begitu pula al-Maqqari, penyusun kitab al-Qawa'id, memasukkan istilah dabit dalam beberapa kitabnya dengan memakai istilah kulliyyat. Tampaknya, kitab yang paling banyak menghimpun dawabit adalah kitab "al-Istiqna' fi al-Furuq wa al-Istiihna" karya badruddin muhammad bin Abu Bakar al-Bakri. Kira-kira enam ratus kaidah yang ia himpun dalam kitabnya tersebut, yang mayoritas di antaranya adalah dawabit yang sangat berharga bagi perkembangan hukum islam.

Semua ini menunjukkan bahwa istilah dawabit dan qawa'id kadang-kadang kurang diperhatikan oleh para penyusun kitab qawa'id fiqhiyyah, sehingga keduanya kadang-kadang bercampur baur. Mereka sering kali  menyebut hukum-hukum yang dihimpun dari satu bab (masalah) fiqih  dan yang dihimpun dari berbagai bab (masalah) fiqih dengan istilah kaidah, kulliyyat, dan usul. Disamping itu, dalam referensi hukum islam dan kitab-kitab kaidah, penyebutan kaidah terhadap dabit merupakan hal yang biasa, seperti yang telah dilakukan oleh Ibnu Rajab (w.790 H) dalam kitabnya al-Qawa'id dan Badruddin al-Bakri dalam kitabnya al-Istigna  fi al-Furuq wa al-istihna. Begitu juga, Tajuddin al-Subki (w.771 H) dalam kitabnya al-Ashbah wa al-Nazair sering kali menyebut dawabit dengan istilah qawa'id khassah. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya (pada masa sekarang), istilah kaidah dan dabit telah menjadi populer dikalangan ulama, sehingga mereka membedakan ruang lingkup keduanya.
Istilah dari Dawabit Fiqhiyyah Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

Post a Comment