Pada umumnya pembahasan qawa'id fiqhiyyah berdasarkan pembagian kaidah-kaidah Assasiyyah dan kaidah-kaidah Ghayr Assasiyyah. Kaidah Assasiyyah adalah kaidah yang disepakati oleh imam-imam mazhab tanpa diperselisihkan kekuatannya disebut juga sebagai kaidah-kaidah induk karena hampir setiap bab dalam fiqih masuk dalam kelompok kaidah induk ini, yaitu :
- Segala sesuatu tergantung kepada tujuannya
- Kemadaratan itu harus dihilangkan
- Kebiasaan itu harus dijaikan hukum
- yakin itu tidak dapat dihilangkan dengan keraguan
- kesulitan itu dapat menarik kemudahan
Kelima kaidah itu diringkan oleh izuddin Ibn Abd Salam dengan kaidah "Menolah kerusakan dan menarik kemaslahatan". Yang ide moderat ini beliau tuangkan dalam kitabnya yang berjudul "Qawa'id al-Ahkam fi Mashalih al-Anam.
Sedang kaidah Ghayr Assasiyyah adalah kaidah yang merupakan pelengkap dari kaidah assasiyyah dan keabsahannya masih diakui. Kaidah ini berjumlah 19 buah menurut Hasbi Ash Shiddiqi, ada yang mengatakan 40 kaidah yang tidak diperselisishkan dan 20 kaidah yang diperselisishkan menurut Abdul Mujid.
Ali Ahmad al-Nadawi membagi kaidah fiqih menjadi dua macam jika dilihat dari segi hubungannya dengan sumber tasyri, yaitu :
- Kaidah-kaidah fiqih yang semula merupakan hadits-hadits Nabi saw kemudian dijadikan sebagai kaidah fiqih oleh para ahli fiqih.
- Kiadah-kaidah fiqih yang dibentuk dari petunjuk-petunjuk nas tashri' umum yang mengandung 'illat.
Jika dilihat dari urgensi dan cakupannya terhadap fiqih, Ali Ahmad al-Nadawi membagi kaidah fiqih atas empat macam yaitu :
- Kaidah-kaidah fiqih yang cakupannya sangat luas sekali bahkan tak terhingga, sehingga menempati kedudukan rukun fiqih islam; kaidah-kaidah fiqih yang masuk kategori ini adalah lima kaidah pokok yang sudah populer (al-Qawa'id al-Khams).
- Kaidah-kaidah fiqih yang disepakati mazhab-mazhab fiqih tetapi cakupannya tidak seluas kaidah-kaidah fiqih yang di atas; kaidah-kaidah fiqih yang masuk kategori ini adalah mayoritas kaidah fiqih yang terdapat dalam kitab majallat al-Ahkam al-Adliyyah.
- Kaidah-kaidah fiqih yang disepakati oleh satu mazhab tertentu saja, sedangkan, mazhab yang lain tidak menyepakati.
- Kaidah-kaidah fiqih yang tidak disepakati sekalipun dalam satu mazhab yang sama; mayoritas kaidah fiqih yang seperti ini menggunkan redaksi kalimat istifham (tanya).
'Abd al-Aziz Muhammad 'Azam membagi kaidah fiqih menjadi lima macam yaitu :
- Qawa'id kulliyyah Kubra. Kaidah-kaidah fiqih ini disepakati semua mazhab fiqih meskipun dalam memasukkan beberapa masalah fiqih padanya terjadi perbedaan pendapat. Kaidah-kaidah fiqih tersebut adalah lima kaidah fiqih yang pokok, yaitu : al-umur bimaqasidiha, al-yaqin la yazul bi al-syakk, al-darar yuzal, al-masyaqqat tajlib al-tasyir, dan al-'adah myhakkamah.
- Qawa'id Kubra. cakupan kaidah-kaidah fiqih ini terhadap persoalan furu' tidak sebanyak qawa'id kulliyyah kubra di atas. Qawa'id kubra ini disepakati oleh berbagai mazhab fiqih. Diantara qawa'id kubra ada yang menjadi cabang kaidah-kaidah fiqih yang lima di atas (al-qawa'id al-khams), dan ada juga yang tidak menjadi cabang kaidah-kaidah fiqih yang lima di atas tetapi mencakup persoalan furu' yang banyak disebut qawa'id far'iyyah atau qawa'id juz'iyyah, seprti kaidah fiqih (mengamalkan suatu kalimat lebih utama daripada mengabaikannya).
- Qawa'id 'ammah. kaidah-kaidah fiqih ini diperselisihkan eksistensi dan cakupannya terhadap persoalan furu'. Redaksi dari kaidah kaidah fiqih ini menggunakan istifham (pertanyaan), seperti kaidah fiqih (apakah dugaan kuat dapat batal oleh dugaan kuat?). Kaidah-kaidah seperti ini banyak beredar di kalangan ahli fiqih, yaitu ketika mereka mengemukakan sebab perbedaan pendapat dalam satu permasalahan, seperti Ibnu Rusyd kitabnya Ta'sis al'Nazar, begitu juga para imam mujtahid seperti Abu Hanifah, Malik, al-Syafi'i, Ahmad Ibn Hanbal, dan lain-lainnya. Kaidah-kaidah fiqih yang cakupannya sempit terhadap persoalan furu'.
- Qawa'id Khassah, yaitu kaidah yang secara umum cakupannya khusus untuk satu bab fiqih tertentu. Kaidah-kaidah fiqih ini merupakan hukum-hukum yang saling menyerupai dari satu bab fiqih tertentu. Di antara kaidah fiqih ini ada yang disepakati oleh para ahli fiqih, seperti kaidah (setiap kifarat yang penyebabnya maksiat harus dilaksanakan dengan segera) dan kaidah: (setiap air yang tidak berubah salah satu sifatnya adalah suci). Secara umum, kaidah seperti ini disebut dabit.
- Kaidah-kaidah fiqih yang cakupannya sempit terhadap persoalan furu' (dabit) yang diperselisihkan oleh para ahli fiqih, seperi kaidah (setiap bagian dalam salat apakah berdiri atas kesahan bagian pertama menunggu pada kesahan bagian akhir).
Adapun A.Djazuli membagi kaidah fiqih berdasarkan ruang lingkup dan cakupannya menjadi lima macam, yaitu :
- Kaidah inti, yaitu meraih kemaslahatan dan menolah kemafsadatan dengan meminjam istilah Izz al-din Abd al-Salam "jalb al-masalih wa daf al-mafasid".
- Kaidah-kaidah asasi, yaitu kaidah-kaidah fiqih yang lima (al-qawa'id al-asasiyyah).
- Kaidah-kaidah umum, yaitu kaidah-kaidah fiqih yang ada di bawah kaidah-kaidah fiqih asasi di atas, dengan meminjam istilah Izz al-din Abd al-Salam disebut al-qawa'id al-'Ammah.
- Kaidah-kaidah khusus, yaitu kaidah-kaidah yang khusus berlaku dalam bidang-bidang hukum tertentu, seperti dalam ibadah mahdah, muamalah, peradilan dan jinayat atau dengan meminjam istilah al-subki disebut al-Qawa'id al-Khassah.
- Kaidah rinci, yang merupakan bagian dari kaidah yang disebut pada nomor empat di atas, yaitu misalnya : bagian dari ibadah; seperti tentang shalat saja, bagian jinayah; seperti tentang sanksi, dan sebagainya atau dengan istilah yang diberikan A.Djazuli sendiri, yaitu al-Qawa'id al-Tafsiliyyah.
Post a Comment