Shihabuddin al-Qarafi (w.684 H) dianggap sebagai orang pertama yang membedakan kaidah ushul fiqih dengan kaidah fiqh. ia menyatakan : "Syariat Muhammad mencakup usul (pokok) dan furu' (cabang). Usulnya terbagi dua, yaitu ushul fiqih dan qawa'id fiqhiyyah kulliyah. Secara umum, Ushul fiqih mengkaji kaidah-kaidah hukum yang timbul dari lafal, seperti amar menunjukkan wajib, nahyi menunjukkan haram, bentuk-bentuk khusus dan umum, serta nasakh dan mansukh. kaidah-kaidah fiqhiyyah kulliyah, yaitu kaidah-kaidah yang bernilai kum syara' dan hikmah-hikmahnya, serta mencakup cabang-cabang yang tak terhingga. Kaaidah-kaidah ini tidak disebutkan dalam ushul fiqih, tetapi hanya disinyalkan secara global. Qawa'id (fiqhiyyah) tidak mencakup oleh usul al-fiqh syari'at mempunyai Qawa'id (fiqhiyyah) yang banyak sekali dimiliki oleh para mufti dan qadli (hakim) yang tidak terdapat dalam kitab-kitab ushul fiqih.
Menurut Ali Ahmad al-Nadawi, perbedaan antara qawa'id fiqhiyyah dengan qawa'id usulliyah adalah sebagai berikut :
- Ilmu ushul fiqih merupakan parameter (tolok ukur) cara beristinbat fiqih yang benar. Kedudukan ilmu ushul fiqih dalam fiqh ibarat kedudukan ilmu nahwu dalam hal pembicaraan dan penulisan. Qawa'id usuliyyah merupakan jalan atau jembatan penghubung antara dalil dan hukum. Tugas qawa'id usuliyyah adalah mengeluarkan hukum dari dali-dalil yang terinci. Ruang lingkup qawa'id usuliyyah adalah dalil dan hukum, seperti perintah itu menunjukkan wajib, larangan menunjukkan haram, dan wajib kifayah bila telah dikerjakan sebagian orang, maka yang lainnya bebas dari tanggung jawab.
- Qawa'id usuliyyah merupakan qawa'id kulliyah yang dapat diaplikasikan pada seluruh juz dan ruang lingkupnya.
- Qawa'id usuliyyah merupakan sarana untuk mengeluarkan hukum syara' 'amali. Qawa'id fiqhiyyah merupakan kumpulan dari hukum-hukum serupa yang mempunyai 'illat sama, yang tujuannya untuk mendekatkan berbagai persoalan dan mempermudah mengetahuinya
- Eksistensin qawa'id fiqhiyyah baik dalam opini maupun realitas adalah lahir setelah furu', karena berfungsi menghimpun furu' yang berserakan dan mengoleksi makna-maknanya. Adapun ushul fiqih dalam opini dituntut eksistensinya sebelum eksisnya furu', karena akan menjadi dasar ahlih fiqih dalam menetapkan hukum. Posisinya seperti alQur'an lebih kuat daripada zahirnya. Ushul fiqih sebagai pembuka hukum furu' itu lahir terlebih dahulu lahirnya ushul fiqih.
Dari beberapa pendapat ulama diatas tampak bahwa bahwa perbedaan kaidah fiqih dan ushul fiqih secara konkrit terletak pada obyek nya. obyek kaidah fiqih adalah perbuatan mukallaf, sedangkan obyek ushul fiqih adalah dalil sumber hukum. Selain itu, perbedaan kaidah fiqih dengan ushul fiqih dapat dilihat dari cara atau proses pembentukannya.
Masih menurut Ali Ahmad al-Nadawi, terdapat beberapa keistimewaan qawa'id fiqhiyyah yang tidak terdapat dalam qawa'id usuliyyah yaitu sebagai berikut :
- Kaidah fiqih dapat memelihara dan menghimpun berbagai masalah yang sama, juga sebagai barometer dalam mengidentifikasi berbagai hukum yang masuk dalam ruang lingkupnya.
- Kaidah fiqih dapat menunjukkan bahwa hukum-hukum yang illatnya sama meskipun berbeda-beda hukum merupakan satu jenis 'illat dan maslahat.
- Sebagian besar masalah ushul fiqih todak mengkaji hikmah tasyri' dan maksudnya, tetapi mengkaji bagaimana mengeluarkan hukum dari lafal-lafal pembuat syari'at dengan menggunakan kaidah ushul fiqih yang mungkin dapat mengeluarkan hukum furu' dari lafal-lafal syari' tersebut. Sebaliknya, qawa'id fiqhiyyah mengkaji maksud-maksud syara' secara umum maupun khusus, juga sebagai parameter dalam mengidentifikasi rahasi-rahasia hukum dan hikmah-hikmah nya.
Kadang-kadang kaidah usuliyyah dengan kaidah fiqhiyyah berbaur. Artinya, terdapat kaidah yang berposiisi ganda, di satu sisi kaidah tersebut sebagai kaidah fiqhiyyah, sedangkan di sisi lainnya juga berposisi sebagai kaidah usuliyyah. Misalnya dalam masalah sadd al-dari'ah dan 'urf, yaitu apabila sadd al-dari'ah dipandang sebagai dalil syara' karena memperhatikan ruang lingkupnya, maka ia disebut kaidah usuliyyah. Namun apabila dipandang sebagai perbuatan mukallaf, maka ia disebut kaidah fiqhiyyah. Dalam masalah ini apabila dikatakan bahwa : "setiap mubah yang dapat membawa kepada yang haram hukumnya haram" sebagai sadd aldhari'ah, maka ia disebut kaidah fiqhiyyah. Namun apabila dikatakan bahwa : "dalil yang menetapkan perkara yang haram menetapkan pula keharaman perkara yang dapat membawa kepada yang haram", maka ia disebut kaidah usuliyyah.
Post a Comment